Home » » KISAH : PEMBUNUH 100 NYAWA MASUK SURGA

KISAH : PEMBUNUH 100 NYAWA MASUK SURGA

Written By Em Yahya on Kamis, 07 Maret 2013 | 13.48

“Sebelum kalian (dari kalangan bani Israil ada seorang lelaki yang telah membunuh 99 jiwa, kemudian dia bertanya tentang orang yang paling pandai di muka bumi. Dia diberitahu adanya seorang ahli ibadah, dia pun mendatanginya, dia berkata, bahwa dia telah membunuh 99 jiwa, apakah ada kesempatan untuk bertaubat?. Ahli ibadah itu menjawab, ‘Tidak’. Kemudian lelaki tadi membunuhnya, sehingga dia menyempurnakan jiwa yang telah dia bunuh menjadi 100. Dia bertanya lagi tentang orang yang paling alim di muka bumi ini. Dia diberitahu adanya seorang alim. Dia bertanya kepadanya, bahwa dia telah membunuh 100 jiwa, apakah ada kesempatan untuk bertaubat ? Orang alim itu berkata, ‘Ya’. Apa yang menjadi penghalang untuk bertaubat. Pergilah ke daerah itu, di dalamnya ada banyak orang yang beribadah kepada Allah Ta’ala, maka beribadahlah kepada Allah Ta’ala dengan mereka. Dan jangan kembali ke daerahmu, karena ia temapat yang dipenuhi dengan keburukan. Lelaki itu kemudian meninggalkannya dan menuju ke daerah yang disarankan. Ketika di pertengahan jalan Malaikat Maut mengambil ruhnya (ia meningal dunia). Malaikat pembawa rahmah dan malaikat pembawa adzab berselisih tentangnya. Malaikat rahmat berkata, ‘Dia telah datang dengan bertaubat kepada Allah Ta’ala.’ Malaikat adzab barkata, ‘Dia tidak pernah melakukan kebaikan sedikit pun’. Datanglah seorang malaikat dalam bentuk manusia sebagai penengah di antara keduanya. Dia berkata, ‘Ukurlah antara kedua daerah tersebut, mana yang lebih dekat, maka itu adalah bagiannya’. Keduanyapun melakukan itu, dan mendapatinya lebih dekat kepada daerah yang dituju. Kemudian Malaikat Rahmat membawanya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).


Kisah dalam hadits ini shahih yang disebutkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim. Di dalam kisah ini terdapat banyak pelajaran yang sangat berharga bagi kita semua.
Allah Ta’ala menciptakan manusia dengan tujuan tertentu, yaitu agar manusia menghamba hanya kepada Maha Pencipta dengan melaksanakan segala apa yang diperintahkan dan meninggalkan segala laranganNya (taqwa). Penyelewengan atas prinsip ini merupakan jalan-jalan syetan yang menyesatkan manusia. Allah Ta’ala berfirman, artinya,  “Dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”. (QS. Al-Baqarah: 168). Qatadah Ta’ala ditanya tentang makna firman Allah Ta’ala di atas, beliau berkata, “Segala bentuk kemasiatan terhadap Allah Ta’ala merupakan langkah-langkah syetan”.
Setiap anak Adam pasti melakukan banyak kesalahan. Dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah yang bertaubat. Rasulullah Ta’ala bersabda,“Setiap anak Adam akan disentuh oleh syetan pada hari dia dilahirkan ibunya, kecuali Maryam dan Anaknya”. (H.R Muslim). Dalam hadits lainnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Setiap anak Adam pasti melakukan banyak kesalahan, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang bertaubat”. (H.R Ibnu Majah dan dihasankan Syaikh Al-Albani). 
Taubat merupakan kewajiban bagi setiap hamba Allah Ta’ala yang banyak dipenuhi kesalahan. Sebesar apa pun dosa yang dilakukan, taubat akan menjadi solusi utama menuju jalan kebahagian, kecuali dosa menyukutukan Allah Ta’ala. Allah Ta’ala ber firman, artinya, “Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberikan kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. jika kamu berpaling, Maka Sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat”. (QS. Huud: 3). Firman Allah Ta’ala, artinya, “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”. (QS. an-Nuur: 31).
Agar taubat yang dilakukan diterima oleh Allah Ta’ala, (pelakunya mendapatkan ampunan dariNya), maka beberapa syarat harus dipenuhi. Imam Nawawi mengatakan dalam kitab “Riyadhu Ash-Shalihiin”, “Taubat wajib dilakukan atas setiap dosa, jika kemaksiatan berkaitan dengan seorang hamba dan Allah Ta’ala dan tidak ada hubungannya dengan hak orang lain, maka mempunyai 3 syarat; meninggalkan kemaksiatan tersebut, menyesal atas perbuatannya dan berjanji untuk tidak mengulang kembali. Jika kemaksiatannya berkaitan dengan hak orang lainnya, maka syaratnya; 3 syarat diatas dan membebaskan diri dari hak tersebut”.
Orang alim dalam hadits di atas memberikan beberapa nasehat kepada pelaku pembunuhan tersebut, agar jalan menuju pertaubatan semakin mudah dan tidak menemui hambatan yang berarti. Nasehat-nasehat tersebut merupakan sarana-sarana yang efektif menuju taubat kepada Allah Ta’ala, sarana-sarana tersebut adalah: Pertama; meninggalkan teman-teman yang dulunya tenggelam bersama-sama dalam kemaksiatan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Agama seseorang dilihat dari temannya. Hendaknya salah seorang di antara kalian melihat siapa yang akan dijadikan teman.” (hadits shahih riwayat Tirmidzi dan Abu Dawud).
Dalam hadits yang lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Janganlah berteman kecuali dengan orang yang takwa, dan jangan memakan makananmu kecuali orang yang takwa”. (H.R Tirmidzi dan Abu Dawud dan dihasankan Syaikh Al-Albani).
Kedua; Meninggalkan tempat atau daerah yang banyak dilakukan kemaksiatan di dalamnya, menuju tempat yang dipenuhi dengan ketaatan dan ketakwaan kepada Allah Ta’ala. Firman Allah Ta’ala, artinya, “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. (QS. al-A’rof: 96).
Ketiga; Berteman dengan orang-orang yang bertakwa dan taat kepada Allah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Perumpamaan teman yang baik dan teman yang jelak seperti penjual minyak wangi dan pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin dia akan memberikannya kepadamu atau kamu membeli darinya atau kamu mendapatkan bau yang harum darinya. Sedang pendai besi mungkin akan membakar bajumu atau kamu akan mendapatkan bau yang tidak sedap”. (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Perbedaan antara ahli ibadah dengan orang alim. Ahli ibadah banyak melakukan ibadah tetapi terkadang kurang memahami atau bahkan tidak mengetahui ilmu (syariat Islam), sehingga lebih banyak merusak dari pada memperbaiki. Sedangkan orang alim segala aktifitasnya didasarkan atas ilmu, yaitu petunjuk al-Quran dan Sunnah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya keutamaan orang alim atas ahli ibadah seperti keutamaan bulan pada malam bulan purnama atas seluruh bintang, dan sesungguhnya para ulama’ adalah pewaris para nabi. Para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, tetapi mewariskan ilmu, maka barangsiapa yang mendapatkannya, ia akan memperoleh bagian yang terbesar”. (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Syaikh al-Albani).
SOURCE : FAKTA ( FORUM ANTI KRISTENISASI DAN PEMURTADAN )


Share this article :

0 comments:

Posting Komentar

Isi Post Dzul Kifayatain

Translate

Topics :
 
Support : emye Blogger Kertahayu | kanahayakoe | Shine_83
Copyright © 2013. Dzul Kifayatain_Tis'ah - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger