Home » » Elia, Kota Suci Ketiga

Elia, Kota Suci Ketiga

Written By Em Yahya on Kamis, 04 April 2013 | 15.09


Fiqhislam.com - Elia. Inilah satu dari tiga kota suci bagi umat Islam. Menurut Dr Syauqi Abu Khalil dalam Athlas al-Hadith al-Nabawi , Elia merupakan merupakan Baitullah, kota suci nan mulia. ‘’Kota ini pernah menjadi kiblat kaum muslimin untuk pertama kali,’’ ungkap Dr Syauqi.

Di kota Elia inilah Masjidil Aqsha berdiri. Rasulullah SAW bersabda, ‘’Hanya tiga masjid berikut yang dianjurkan untuk diziarahi: Masjidku ini (Masjid Nabawi), Masjidil Haram, dan Masjidil Aqsha.’’ Kota Elia begitu bersejarah. Begitu banyak peristiwa penting yang pernah terjadi di kota itu.

Salah satu peristiwa penting itu adalah Isra Mikraj Nabi Muhammad SAW. Dari Masjidil Aqsha yang ada di kota Elia itulah, Rasulullah melakukan sebuah perjalanan yang maha spektakuler. Terlebih, lewat perjalanan itu pula Allah SWT memerintahkan kepada umat Islam untuk menunaikan ibadah shalat.

Peristiwa Isra Mikraj Nabi SAW itu terekam dalam Alquran surah Al-Israa [17] ayat 1. ‘’Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.’’

Dr Syauqi juga menyebut Baitul Maqdis sebagai nama lain dari kota Elia. Itu berarti, Elia memang kota yang sangat spesial. Betapa tidak. Sejumlah Nabi utusan Allah SWT diturunkan di kota itu.  Dalam Alquran, nama Baitul Maqdis  tercantum dalam beberapa ayat, sebagai berikut:

Dalam surah Albaqarah [2] ayat 58-59, Allah SWT berfirman,  ‘’Dan (ingatlah), ketika Kami berfirman: "Masuklah kamu ke negeri ini (Baitul Maqdis), dan makanlah dari hasil buminya, yang banyak lagi enak dimana yang kamu sukai, dan masukilah pintu gerbangnya sambil bersujud, dan katakanlah: "Bebaskanlah kami dari dosa", niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahanmu, dan kelak Kami akan menambah (pemberian Kami) kepada orang-orang yang berbuat baik".

‘’Lalu orang-orang yang zalim mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka. Sebab itu Kami timpakan atas orang-orang yang zalim itu dari langit, karena mereka berbuat fasik.’’

Tafsir Shahih Ibnu Katsir  menjelaskan ayat itu sebagai celaan kepada kaum yang menolak untuk berjihad dan memasuki tanah suci (Baitul Maqdis) setibanya dari Mesir bersama Nabi Musa. Dalam tafsir yang sama, juga dijelaskan tentang ‘’pintu gerbang’’ yang dimaksud dalam ayat di atas.

Khasif meriwayatkan dari Ikrimah, dari Ibu Abbas, ia berkata, ‘’Pintu tersebut menghadap ke arah kiblat.’’  Menurut beberapa ulama seperti  Ibnu  Abbas, Mujahid, as-Suddi, Qatadah, dan adh-Dhahak, bahwa  pintu al-Hiththah yang disebut dalam ayat di atas termasuk  pintu Elia – Baitul Maqdis.

Selain itu, nama Baitul Maqdis juga tercantum dalam  surah Al-Baqarah [2] ayat 142, ‘’ Orang-orang yang kurang akalnya di antara manusia akan berkata: "Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?" Katakanlah: "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberei petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus".

Dalam surah Ali Imran ayat 35, nama Baitul Maqdis juga disebut. ‘’(Ingatlah), ketika isteri 'Imran berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nazar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui".

Kota Elia tempat berdirinya Masjidil Aqsha  sempat dikuasai Pasukan Babilonia setelah merebutnya dari orang Yahudi. Di bawah kendali dan perintah Raja Babilonia, Nebukadnezar,  bangunan Haekal dihancurkan. Pada masa itu, kota itu terlarang bagi orang Yahudi.

Ketika kekuasaan diambil alih Kerajaan Parsi, orang Yahudi kembali bisa memasuki kota itu. Umat Yahudi pun kembali diizinkan membangun kembali Haekal atau Baitallah yang telah luluh lantak. Bangunan Baitallah yang kedua itu dibangun pada masa kepemimpinan Herodus Yang Agung.

Setelah itu, kota Elia jatuh ke tangan Kerajaan Romawi. Pada masa itu, orang Yahudi melakukan pemberontakan. Lagi-lagi, Haekal atau Baitallah itu diratakan dengan tanah oleh tentara Romawi. Kaisar Romawi memerintahkan agar kota itu  dibangun kembali.

Di kota itu dibangun kuil bagi orang Romawi. Orang Yahudi kembali tak diizinkan untuk menjalankan ibadahnya. Bagi Kaisar Constantine dari Kerajaan Bizantium, kota itu merupakan tempat yang penting. Constantine menjadikan kota itu sebagai pusat keagamaan Kristen dengan membangun Church of the Holy Sepulcher pada tahun 335 M.

Kota Elia memasuki babak baru ketika tentara Islam di bawah kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab mulai melakukan ekspansi. Umar memerintahkan jenderal perang Muslim, Khalid bin Walid dan Abu Ubaidah bin Jarrah untuk menaklukan kepongahan Kerajaan Bizantium.

Pada 638 M, Elia tempat berdirinya Masjidil Aqsha dapat ditaklukkan tentara Muslim beserta kota-kota lainnya seperti Mesir, Suriah, Damaskus hingga Maroko. Secara khusus, Umar bin Khattab datang langsung ke Yerusalem untuk menerima penyerahan kota itu kepada kekhalifahan Islam.

Khalifah Umar bin Khattab dan Kota Elia

Di bawah kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab, kebebasan menjalankan ibadah dihormati. Toleransi antarumat beragama begitu harmonis. Setiap pemeluk agama bisa menjalankan ibadahnya sesuai agama dan keyakinannya secara tenang dan aman.

Tak heran, jika kepala rahib yang ada di kota Elia amat berterima kasih kepada tentara Islam yang telah membebaskan mereka dari penindasan Bizantium. Secara Khusus, Khalifah Umar menulis surat jaminan keamanan bagi seluruh penduduk kota Elia. Berikut bunyi surat jaminan Khalifah Umar seperti dikutip dari Ath-Thabari, III/609.

‘’Dengan Nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Jaminan keamanan ini diberikan oleh hamba Allah, pemimpin umat Islam, Umar bin Khattab kepada penduduk Elia. Umar menjamin bagi setiap jiwa, harta, gereja, salib, kaum lemah, kaum merdeka, dan semua agama yang ada.’’

‘’Gereja-gereja tak akan dihuni serta dirusak, dikurangi, atau dipindahkan, demikian pula dengan salib dan harta-harta mereka. Mereka tak akan  dibenci atau diancam karena agama. Tidaka ada satu orang Yahudi pun yang akan tinggal bersama mereka di Elia…’’

Dalam Ath-Thabari disebutkan, pemberian jaminan itu disaksikan oleh Khalid bin Walid, Amr bin Ash, Abdurrahman bin Auf, Muawiyah bin Abi Sufyan. Jaminan itu ditulis dan diberlakukan pada tahun ke-15 Hijiriah.

Saat berada di kota Elia, Khalifah Umar sempat ditawari untuk bersembahyang di dalam Church of the Holy Sepulcher, namun Umar menolak dan meminta supaya dibawa ke Masjidil Aqsa Al Haram Al Sharif. Umar mendapati tempat itu dalam kondisi kotor. Ia lalu memerintahkan agar tempat itu dibersihkan.

Khalifah pun membangun sebuah masjid kayu di tempat yang sekarang merupakan kompleks bangunan Masjid Al-Aqsa. Setelah itu, pemerintahan Umar membangun Kubah Sakhrah atau yang kemudian dikenal sebagai Kubah Umar.

Sejak itu, kota Elia berada di bawah kekuasaan umat Islam. Setelah era Khulafa Ar-Rasyidin berakhir,  kota itu berada dalam kekuasaan Dinasti Umayyah (650-750 M), lalua dilanjutkan  Dinasti  Abbasiyyah (750-969), hingga Dinasti Fatimiyah.

Kota Elia lalu direbut pasukan tentara Perang Salib pada 1099 M dari kekuasaan Khalifah Al-Musta’li. Umat Islam, Yahudi, dan bahkan Kristen pun dibantai tentara Perang Salib. Umat Islam kembali berhasil merebut kembali Masjdil Aqsha pada  1187 M di bawah komando pahlawan perang Islam, Salahuddin Al-Ayubi.

Kedamaian kembali tercipta di kota itu. Pada  1243,  kota itu jatuh kembali ke tangan tentara Salib. Pada 1517,  Masjidil Aqsha kembali dikuasai Kesultanan  Turki Usman. Kota itu  terlepas dari genggaman kekuasaan umat Islam setelah Turki kalah dalam Perang Dunia I.

Kini, Masjidil Aqsha dikuasai Zionis Israel. Umat Islam pun selalu dihalang-halangi untuk shalat di masjid itu. Israel pun secara sengaja terus mencoba menghancurkan Masjid Al-Aqsa dengan membangun terowongan di bawah masjid  itu. Akibatnya, sudah banyak bagian Masjidil Aqsha yang rusak.

Oleh Heri Ruslan
[yy/republika]
Share this article :

0 comments:

Posting Komentar

Isi Post Dzul Kifayatain

Translate

Topics :
 
Support : emye Blogger Kertahayu | kanahayakoe | Shine_83
Copyright © 2013. Dzul Kifayatain_Tis'ah - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger