Bukti Keontentikan Al Quran
Written By Em Yahya on Selasa, 09 April 2013 | 11.00
Assalaamu'alaikum wa rahmatullaahi wa barkaatuhu...
"Tantangan" dari ALLAH Subhanahu wa ta’aala Kepada yang Tidak Mempercayai Keontentikan dan Isi Al Qur'an
Al Qur'an adalah Kitab petunjuk kehidupan, sabda, firman dari Tuhan. Namun sebagian manusia tak mempercayainya. Maka setidaknya, untuk membuktikan kebenaran atau ketidakbenaran Al Quran, Alloh subhanahu wa ta’aala azza wa jalla tak segan menyindiri, menantang dengan jelas semua makhluk, untuk melakukan beberapa hal di bawah ini:
1. Menyusun yang semacam Al Quran secara keseluruhan:
Al Quran Surat Ath Thuur ayat 34 (52:34):
"Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal Al Quran itu jika mereka orang-orang yang benar."
2. Menyusun sepuluh surat saja semacam Al Quran:
Al Quran Surat Huud ayat 13 (11:13):
"Bahkan mereka mengatakan: "Muhammad telah membuat-buat Al Quran itu". Katakanlah: "(Kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Alloh, jika kamu memang orang-orang yang benar"
3. Menyusun satu surat saja semacam Al Quran:
Al Quran Surat Yunuus ayat 38 (10:38):
"Atau (patutkah) mereka mengatakan "Muhammad membuat-buatnya." Katakanlah: "(Kalau benar yang kamu katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Alloh, jika kamu orang yang benar."
4. Menyusun sesuatu seperti atau lebih kurang sama dengan salah satu surat dari Al Quran:
Al Quran Surat Al Baqarah ayat 23 (2:23):
"Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah [*] satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Alloh, jika kamu orang-orang yang benar."
[*] Ayat ini merupakan tantangan bagi mereka yang meragukan tentang kebenaran Al Quran itu tidak dapat ditiru walaupun dengan mengerahkan semua ahli sastera dan bahasa karena ia merupakan mukjizat Nabi Muhammad sholollohu‘alaihi wasallam.
Di dalam Al Quran, sebagaimana berbagai ciptaan Alloh subhanahu wa ta’aala dalam khazanah pembagian yang Kauniyah (tersirat) dan yang Qauliyah (tersurat), maka sungguh terkandunglah berbagai rahasia, makna, aturan, ilmu-pengetahuan, perjanjian, hukum, bahkan insya Alloh kekuatan rahasia, dan sebagainya yang kiranya tak diketahui manusia; yang juga tersirat (dan bahkan tidak terlihat, ghaib, atau belumlah lagi atau tidaklah diketahui) maupun yang tersurat (yang dapat terlihat jelas).
Berbagai hal itu, bahkan baru dapat diungkapkan jauh berabad-abad setelah turunnya Al Quran , dan bahkan hingga kini, masih banyak hal yang belum dapat ditafsirkan oleh manusia dan jin dengan segala ilmu pengetahuan yang telah didapatkannya. Jelas diterangkan bahwa ada ayat-ayat yang mutasyabihaat (memerlukan penafsiran dan penjelasan lebih lanjut) dan muhkamaat (sudah jelas):
Al Quran Surat Aali Imraan ayat 7 (3:17):
"Beliau-lah yang menurunkan Al kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat yangmuhkamaat [1], itulah pokok-pokok isi Al Quran dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat [2]. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Alloh. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal."
[1] Ayat yang muhkamaat ialah ayat-ayat yang terang dan tegas maksudnya, dapat dipahami dengan mudah.
[2] Termasuk dalam pengertian ayat-ayat mutasyaabihaat: ayat-ayat yang mengandung beberapa pengertian dan tidak dapat ditentukan arti mana yang dimaksud kecuali sesudah diselidiki secara mendalam atau ayat-ayat yang pengertiannya hanya Alloh yang mengetahui seperti ayat-ayat yang berhubungan dengan yang ghaib-ghaib misalnya ayat-ayat yang mengenai hari Kiamat, surga, neraka dan lain-lain.
Barangsiapa mengulas Al Quran tanpa ilmu pengetahuan maka bersiaplah menduduki neraka. (HR. Abu Dawud)
Abu Tsa'labah Al-khusyani Jurtsum bin Nasyir rodhiyallahu ‘anhu.. meriwayatkan dari Rosululloh sholollohu‘alaihi wasallam, beliau bersabda, "Sesungguhnya Alloh subhanahu wa ta’aala telahmenetapkan beberapa kewajiban, janganlah engkau menyepelekannya (meremehkannya), telah menentukan sanksi-sanksi hukum, janganlah engkau melanggar, telah pula mengharamkan beberapa hal, maka janganlah engkau jatuh kedalamnya. Beliau juga mendiamkan beberapa hal karena kasih sayangNya kepada kalian bukannya lupa, maka janganlah engkau mencari-carinya." (Hadits Hasan diriwayatkan oleh Ad-daruquthni, dll)
An-Nu'man bin Basyir berkata, "Saya mendengar Rosululloh sholollohu‘alaihi wasallam bersabda, 'Yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas, dan di antara keduanya terdapat hal-hal musyabbihat(syubhat atau samar, tidak jelas halal-haramnya), yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Barangsiapa yang menjaga hal-hal musyabbihat, maka ia telah membersihkan kehormatan dan agamanya. Dan, barangsiapa yang terjerumus dalam syubhat, maka ia seperti penggembala di sekitar tanah larangan, hampir-hampir ia terjerumus ke dalamnya. Ketahuilah bahwa setiap raja mempunyai tanah larangan, dan ketahuilah sesungguhnya tanah larangan Alloh adalah hal-hal yang diharamkan-Nya. Ketahuilah bahwa di dalam tubuh ada sekerat daging. Apabila daging itu baik, maka seluruh tubuh itu baik; dan apabila sekerat daging itu rusak, maka seluruh tubuh itu pun rusak. Ketahuilah, dia itu adalah hati.'" (HR. Bukhori)
Adalah mungkin saja, seseorang atau bahkan segolongan Manusia dan Jin, membuat rangkaian syair berbahasa Arab, seindah yang dapat dibuatnya dan kemudian dikatakannya pula sebagai ayat kitab suci, bahkan dikatakannya adalah sebagai tandingan Al Quran.
Namun semua ini, tentulah adalah hanya kata-kata, bahkan kalaupun ada keindahan, hikmah, kebajikan, di dalamnya.
Apakah ia atau mereka dapat kiranya menjamin bahwa apa yang mereka buat itu, mengandung berbagai rahasia dunia-akhirat? Masa lalu dan masa depan? Dan lain-lain rahasia dan kekuatan?
Maka mengenai ini, bahkan kepada para makhlukNya ini, Alloh subhanahu wa ta’aala tetap menantangnya untuk membuat yang serupa, yang antara lain seperti jelas tertera di ayat-ayat tersebut di atas.
Marilah kita telaah lebih dalam;
Salah satu fenomena yang menarik, dalam berbagai penurunannya atau pewahyuan Al Quran, seringkali pula berbagai ayat atau surat dari Kitab Suci Al Quran diturunkan atau diwahyukan secara’spontan’, secara ”sekonyong-konyong”, ”tiba-tiba” (yang dalam hal ini sesungguhnya adalah dalam ukuran manusia, namun tidaklah demikian bagi Alloh subhanahu wa ta’aala sebenarnya), misalnya untuk menjawab berbagai pertanyaan, berbagai serangan dari musuh-musuh Islam saat itu, atau untuk mengomentari berbagai peristiwa, dan sebagainya. Hal ini dapat ditelaah dengan jelas dalam berbagai kumpulan kisah azbabun nuzul (sebab turunnya ayat) berbagai ayat dan surat Al Quran, setidaknya saja.
Juga turunnya ayat langsung dalam menjawab doa-pertanyaan Rosululloh sholollohu‘alaihi wasallam dan sahabat Umar bin Khottob rodhiyallahu ‘anhu, akan keharaman minuman keras atau khamr (yang saat itu adalah kegemaran bangsa Arab, bahkan bangsa Arab yang telah menjadi muslim termasuk sahabat Rosululloh sholollohu‘alaihi wasallam, Umar bin Khoththob rodhiyallahu ‘anhu) dalam Al Quran Surat Al Baqarah ayat 219 (2:219) dan Al Quran Surat An Nisaa’ ayat 42 (4:42) serta Al Quran Surat Al Maaidah ayat 90-91 (5:90-91).
Walaupun berbagai ayat ini turun dengan 'tiba-tiba', yang sungguh menakjubkan adalah bahwa setelah keseluruhan ayat Al Quran selesai diturunkan dan kemudian dilakukan penelitian terhadap berbagai hal berkaitan dengan atau tentang Al Quran ini, sungguh ditemukanlah sejumlah kenyataan yang menakjubkan, yang tak mungkin dipikirkan, dirancang, dilakukan, diutarakan, dibuat oleh seorang manusia (Rosululloh Muhammad bin ‘Abdullah bin Abdul Muthalib sholollohu‘alaihi wasallam) bahkan bila dibantu oleh masyarakatnya ataupun dilanjutkan bergenerasi sesudahnya yang sudah lebih maju pengetahuannya.
Misalnya, tentang adanya berbagai rahasia atau isyarat ilmu pengetahuan yang baru dapat dibuktikan berabad-abad kemudian, tentang kisah-kisah sejarah, tentang berita-berita ghaib (termasuk ramalan akan masa depan), tentang keseimbangan-keteraturan susunan redaksional Al Quran atau keseimbangan-keteraturan susunan kata-katanya, dan sebagainya.
Semakin pula lebih menakjubkan, mendukung ini semua, bila disadari kenyataan bahwa Rosululloh Muhammad bin ‘Abdullah bin Abdul Muththalib sholollohu‘alaihi wasallam adalah seorang manusia yang ummiy atau tidak dapat membaca dan menulis (atau dalam bahasa Inggris: an illiterate person).
Dari siapakah kiranya Rosululloh sholollohu‘alaihi wasallam mendapatkan semuanya itu?
Tidakkah ini didapatkannya dari (dalam Bahasa Sekuler) sebuah ’Sumber Kecerdasan Yang Lebih Tinggi’?
Lebih mudahnya, kita sebut saja ’Sumber Kecerdasan Yang Lebih Tinggi’ itu sebagai, Tuhan?
Al Quran Surat An Nisaa’ ayat 82 (4:82):
"Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Alloh, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya."
Al Quran Surat Al An’aam ayat 115 (6:115):
"Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al Quran) sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat merobah robah kalimat-kalimat-Nya dan Beliau lah yang Maha Mendenyar lagi Maha mengetahui."
Al Quran Surat Al Hijr ayat 9 (15:9):
"Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya [*]."
[*] Ayat ini memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian Al Quran selama-lamanya.
Al Quran Surat Al Mulk ayat 3-4 (67:3-4)
(3). "Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu Lihat sesuatu yang tidak seimbang?"
(4) "Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah."
ASPEK PENDUKUNG KEOTENTIKAN AL QUR'AN
Dalam hal ini, ada banyak sekali aspek kuat yang mendukung keotentikan Al Quran al Karim, dan berikut ini adalah sekelumit paparan bukti dari berbagai aspek itu, yaitu:
I. Aspek Keseimbangan yang Sangat Serasi Antara Kata-kata yang di Gunakannya
Abdurrazaq Nafwal dalam buku atau kitab ”Al-I’jaz Al-Adabiy li Al Quran Al Karim” yang terdiri dari 3 jilid (terlepas dari berbagai pendapat pro dan kontra atau skeptis tentang isinya dan kemungkinan ketidaksempurnaan manusia penulisnya) mengemukakan berbagai contoh tentang keseimbangan ini. Ringkasannya adalah:
1. Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan antonimnya (lawan katanya):
”Al Hayah” (hidup) dan ”Al Mawt” (mati), masing-masing sebanyak 145 kali
”Al Naf’” (manfaat) dan ”Al Madharrah” (mudarat), masing-masing sebanyak 50 kali
”Al Har” (panas) dan ”Al Bard” (dingin) masing-masing sebanyak 4 kali
”Al Shalihat” (kebajikan) dan ”Al Sayyi’at” (keburukan) masing-masing sebanyak 167 kali
”Al Thuma’ninah” (kelapangan atau ketenangan) dan ”Al Dhiq” (kesempitan atau kekesalan) masing-masing sebanyak 13 kali
”Al Rahbah” (cemas atau takut) dan ”Al Raghbah” (harap atau ingin) masing-masing sebanyak 8 kali
”Al Kufr” (kekufuran) dan ”Al Iman” (iman) masing-masing sebanyak 17 kali dalam bentuk definite
”Kufr” (kekufuran) dan ”Iman” (iman) masing-masing sebanyak 8 kali dalam bentuk indefinite
”Al Shayf” (musim panas) dan ”Al Syita’” (musim dingin) masing-masing sebanyak 1 kali.
2. Keseimbangan jumlah bilangan kata dengan sinonimnya atau kesamaan makna yang dikandungnya:
”Al Harts” dan ”Al Zira’ah” (membajak atau bertani) masing-masing sebanyak 14 kali
”Al ’Ushb” dan ”Al Dhurur” (membanggakan diri atau angkuh) masing-masing sebanyak 27 kali
”Al Dhallun” dan ”Al Mawta” (orang sesat atau mati jiwanya) masing-masing sebanyak 17 kali
”Al Quran ”, ”Al Wahyu”, dan ”Al Islam” (Al Quran , wahyu, dan Islam) masing-masing sebanyak 70 kali
”Al ’Aql” dan ”Al Nur” (akal dan cahaya) masing-masing sebanyak 49 kali
”Al Jahr” dan ”Al ’Alaniyah” (nyata) masing-masing sebanyak 16 kali
3. Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan jumlah kata yang menunjuk kepada akibatnya:
”Al Infaq” (infak) dan ”Al Ridha” (kerelaan) masing-masing sebanyak 73 kali
”Al Bukhl” (kekikiran) dan ”Al Hasarah” (penyesalan) masing-masing sebanyak 12 kali
”Al Kafiruun” (orang-orang kafir) dan ”Al Naar atau Al Ahraq” (neraka atau pembakaran) masing-masing sebanyak 154 kali
”Al Zakah” (zakat atau penyucian) dan ”Al Barakat” (kebajikan yang banyak) masing-masing sebanyak 32 kali
”Al Fahisyah” (kekejian) dengan ”Al Ghadhb” (murka) masing-masing sebanyak 26 kali
4. Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan kata penyebabnya:
”Al Israf” (pemborosan) dan ”Al Sur’ah” (ketergesa-gesaan) masing-masing sebanyak 23 kali
”Al Maw’izhah” (nasihat atau petuah) dan ”Al Lisan” (lidah) masing-masing sebanyak 25 kali
”Al Asra” (tawanan) dan ”Al Harb” (perang) masing-masing sebanyak 6 kali
”Al Salam” (kedamaian) dan ”Al Thayyibat” (kebajikan) masing-masing sebanyak 60 kali
5. Berbagai keseimbangan khusus:
Kata ”Yawm” (hari) dalam bentuk tunggal, adalah sejumlah 365 kali (atau adalah sama dengan jumlah hari-hari dalam satu tahun) di dalam Al Quran .
Sedangkan kata ”hari” yang menunjuk kepada betuk plural (”Ayyam”) atau dua (”Yawmayni”), jumlah keseluruhannya dalam Al Quran adalah hanyalah 30 kali penyebutan, atau dalam hal ini adalah juga sama dengan jumlah hari dalam satu Bulan dengan mengikuti kaidah Kalender Qamariyah atau penanggalan sistem Bulan, sistem Islam atau Arab.
Lalu, kata yang berarti ”Bulan” (”Syahr”) hanya terdapat 12 kali, atau sama dengan jumlah bilangan Bulan dalam satu tahun (12 Bulan) rotasi.
Ada 7 kali penjelasan tentang adanya 7 langit, yaitu antara lain dalam Al Quran Surat (Qur’an Surat) Al Baqarah ayat 29, Al Quran Surat Al Isra’ ayat 44, Al Quran Surat Al Mu’minuun ayat 86, Al Quran Surat Al Fushshilat ayat 12, Al Quran Surat At Thalaq ayat 12, Al Quran Surat Al Mulk ayat 3, Al Quran Surat Nuh ayat 15.
Selain itu, penjelasan tentang penciptaan langit dan bumi dalam enam (6) hari atau masa atau tahapan, disebutkan di dalam 7 ayat pula (dan tahapan terbentuknya sebuah galaksi-planet dalam enam (6) tahapan yang memakan waktu ratusan bahkan ribuan tahun ini, telah pula dibuktikan oleh ilmu-pengetahuan saat ini, bahwa memanglah secara umum pembentukan Galaksi adalah dalam enam (6) tahapan, bahkan saat inipun masih terbentuk Galaksi-galaksi baru, yang masing-masing dalam (melalui) enam (6) tahapan, dalam ruang angkasa yang bahkan memuai atau meluas ini.
Sebagai catatan, angka 7 sendiri banyak sekali ditemukan di alam semesta, di Al Quran & di Hadits Nabi Muhammad bin ‘Abdullah sholollohu‘alaihi wasallam. Bahkan pengulangan dari angka ini dalam Al Quran juga memunculkan sebuah sistem yang koheren. Beberapa fenomena angka 7 tersebut adalah, antara lain:
Merupakan jumlah dari tingkatan langit & bumi (Al Quran Surat 65:12).
Atom tersusun dari 7 tingkatan elektron.
Jumlah hari dalam satu minggu.
Jenis atau jumlah tanda (not dasar) musik.
Jenis atau jumlah warna-warni pelangi.
Jenis dosa besar (HR Al-Bukhori & Muslim).
Tanda bagi siksaan pada Hari Kiamat.
Jumlah ayat dalam Surah Al Fatihah ("Tujuh ayat yang diulang-ulang").
Muslim bersujud dengan menggunakan 7 anggota badan dalam Shalat.
Muslim melakukan Thawaf sebanyak 7 kali dalam ritual Haji.
Muslim melakukan Sa'i antara Shafa & Marwah sebanyak 7 kali dalam ritual Haji.
Melempar jumrah sebanyak 7 kali dalam ritual Haji.
Dalam kisah Nabi Yusuf (Josef) ‘alaihis salaam banyak menyebut angka 7 (Al Quran Surat 12: 46-48).
Kisah siksaan kaum Nabi Hud (Hood) ‘alaihis salaam ditimpa angin topan selama 7 malam (Al Quran Surat 69:6-7).
Kisah Nabi Musa (Moses) ‘alaihis salaam memilih 70 orang dari kaumnya untuk bertobat (Al Quran Surat:17;155).
Kata Kiamat disebut dalam Al Quran sebanyak 70 kali.
Kata "Jahannam" (Neraka) disebut dalam Al Quran sebanyak 77 kali.
Jumlah pintu-pintu "Jahanam" adalah 7 (Al Quran Surat 15:44).
Terdapat 7 surah yang diawali dengan kalimat tasbih.
Sebagai catatan pula, angka ”tujuh” (7) dalam budaya Arab Kuno juga dapat berarti ”banyak”, karena khazanah berpikir dan kebiasaan orang Arab lama atau kuno (misalnya, orang-orang Arab di masa-masa itu saat diturunkannya Al Quran) yang menghitung jumlah tujuh (7) atau selebihnya, sebagai angka perlambang yang menunjukkan jumlah banyak atau bahkan tak terhitung (tak dapat dihitung) lagi (oleh mereka).
Maka, sejumlah mufassir atau penafsir Al Quran dan atau atau ahli ilmu pengetahuan pun berspekulasi tentang telah disebutkannya tentang berbagai kenyataan akan adanya tak terhitung planet dan galaksi di luar bumi dalam Al Quran, dan bahkan kemungkinan adanya makhluk-makluk lain di alam semesta di luar Bumi dan sistem Solar (matahari) kita ini.
Selain ini, berkaitan dengan dunia angka dan huruf (atau kata), juga ditemui beragam distribusi Matematika di Al Quran, khususnya mengenai bilangan-bilangan prima dan beragam hubungan luasnya, dan banyak sekali misteri dan fenomena angka juga kata di Al Quran lainnya, di balik susunan, makna,dan kemungkinan-kemungkinannya dan tata bahasa Arab sendiri (dan Bahasa Sastra Arab yang digunakan di Al Quran ) yang memang sudah luar-biasa itu.
II. Aspek Bukti dari Berbagai Isyarat Maupun Pemberitaan Ghaibnya
Ada banyak sekali, namun dalam kesempata yang singkat ini, dipilihkan satu saja yang cukup fenomenal. Misalnya adalah tentang berita tentang Fir’aun dan Nabi Musa ‘alaihis salaam, dan ditemukannya jenazah Fir'aun ini. Disebutkanlah di Al Quran bahwa Fir’aun yang mengejar-mengejar Nabi Musa ‘alaihis salaam dan Bani Israil dalam perjalanan eksodus mereka keluar dari penindasan kerja-paksa Mesir berabad-abad, akan diselamatkan tubuhnya oleh Alloh subhanahu wa ta’aala, dan akan menjadi pelajaran bagi berbagai generasi berikutnya:
Al Quran Surat Yunuus ayat 92 (10:92):
"Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu [*] supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan kami."
[*] Yang diselamatkan Alloh ialah tubuh kasarnya, menurut sejarah, setelah Fir'aun itu tenggelam mayatnya terdampar di pantai diketemukan oleh orang-orang Mesir lalu dibalsem menjadi Mumi, sehingga utuh sampai sekarang dan dapat dilihat di Museum Mesir.
Maka, menurut berbagai kesesuaian sejarah, Raja Mesir atau Fir’aun yang dimaksud di sini adalah Fir’aun Maniptah(Maneptah atau Merneptah), anak dari Fir’aun Ramses II (Fir’aun yang mengangkat Nabi Musa ‘alaihis salaam sebagai anaknya dan juga menyiksa kaum Bani Israil), dan muminya ditemukan oleh Loret pada sekitar awal abad XIX (tahun 1896) di Thebes atau Luxor, Lembah Kuburan Raja-raja Mesir (Wadi al Muluk).
Setidaknya dua ahli telah meneliti muminya, yaitu Elliot Smith dan DR. Maurice Bucaille (yang disebut terakhir ini kemudian menyatakan diri masuk Islam pada akhir penelitiannya, dan menulis sebuah buku yang cukup menggemparkan, berjudul ”Bibel, Quran & Sains Modern", dan telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia pula), dan penelitian keduanya beserta keterangan dari Maspero (seorang Perancis ahli ilmu Sejarah Mesir) sungguh menguatkan hal ini.
Injil sendiri, di bagian Keluaran pasal 13, 14, 28 dan di Nyanyian (Psalm) 136 dari Daud, menguatkan pula bahwa Fir’aun tersebut disebutkan mati tenggelam dalam pengejarannya kepada kaum Bani Israil yang sedang melakukan eksodus dari Mesir ke ‘Tanah Yang Dijanjikan’. Bahkan di Mazmur Daud no 136 dalam ayat 15 dari orang Yahudi, jelas menyebutkan pujian kepada "Tuhan yang telah membinasakan Fir’aun dan tentaranya dalam laut yang penuh dengan tumbuh-tumbuhan", sebagaimana kesesuaiannya pula dengan Kitab Keluaran (14, 28):
"Air kembali pasang dan menenggelamkan kereta-kereta serta para penunggang kuda dari tentara Fir’aun yang telah masuk ke laut di belakang mereka (kelompok Yahudi). Tak ada seorang pun yang tetap hidup".
Namun perihal diselamatkannya jasad Fir’aun itu, tidak disebutkan di Injil, hanya disebutkan di Al Quran. Hanya di Al Quran jelas dinyatakan bahwa jenazah Fir’aun yang mengejar Nabi Musa ’alaihis salaam itu akan ditemukan manusia dan menjadi pelajaran besar.
Janji Alloh ini, serta diketemukannya jasad Fir'aun itu, dikuatkan oleh ilmu-pengetahuan modern. Dan sekarang, jenazah Fir’aun Maneptah akhirnya disimpan di Museum Mesir di Kairo di ruang Muminya, serta dapat dilihat oleh siapapun.
III. Aspek Adanya Berita-berita atau Isyarat-isyarat Ilmiah dari Al Quran
Ada banyak sekali contoh tentang ini. Berikut adalah beberapa di antaranya, misalnya bahwa:
Segalanya yang hidup diciptakan dari air:
Pada waktu ayat ini diturunkan, tidak ada yang berpikir kalau segala yang hidup itu tercipta dari air. Sekarang, tidak ada seorang pakar pun yang membantah bahwa segala yang hidup itu tercipta dari air, yang adalah materi pokok bagi kehidupan setiap makhluk hidup.
Sementara itu, urut-urutan penciptaan benda langit menurut Injil adalah bahwa Bumi diciptakan terlebih dulu (Kejadian 1:1), kemudian tetumbuhan (Kejadian 1:11-12), baru kemudian Matahari (Kejadian 1:14-16). Yang menarik di sini kiranya, jika menurut logika Injil, adalah bagaimana mungkin tetumbuhan dapat hidup tanpa berfotosinteis di saat itu, karena Matahari sebagai sumber energi untuk berfotosintesi diciptakan belakangan setelah tetumbuhan?
Al Quran Surat Al Anbiyaa ayat 30 (21:30):
"Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?"
Adanya aturan berpasang-pasangan atas segala sesuatu
Al Quran yang berulang-ulang menyebut adanya pasangan dalam alam tumbuh-tumbuhan, juga menyebut adanya pasangan dalam rangka yang lebih umum, dan dengan batas-batas yang tidak ditentukan. Yang menarik pula, ayat ini dinyatakan di sebuah ayat dengan penomoran yang juga berpasangan (Quran Surat 36 ayat 36). Perhatikanlah bahwa bahkan Nomor Surat (36) dan Ayatnya pun (36), sama, seakan berpasangan. Entah apa artinya, wallahu a’lam bis shawab:
Al Quran Surat Yaa Siin ayat 36 (36:36):
"Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa-apa yang mereka tidak ketahui."
Kita dapat mengadakan hipotesa sebanyak-banyaknya mengenai arti hal-hal yang manusia tidak mengetahui pada zaman Nabi Muhammad sholollohu‘alaihi wasallam. Apalagi Rosululloh Muhammad bin ‘Abdullah sholollohu‘alaihi wasallam, adalah sesorang yang buta huruf (ummy) dan tak mungkin telah mempelajari ilmu Astronomi.
Hal-hal yang manusia tidak mengetahui itu termasuk di dalamnya susunan atau fungsi yang berpasangan baik dalam benda yang paling kecil atau benda yang paling besar, baik dalam benda mati atau dalam benda hidup. Yang penting adalah untuk mengingat pemikiran yang dijelaskan dalam ayat itu secara gamblang dan untuk mengetahui bahwa kita tidak menemukan pertentangan dengan Sains masa ini.
Meskipun gagasan tentang "pasangan" umumnya bermakna laki-laki dan perempuan, atau jantan dan betina, ungkapan "maupun dari apa yang tidak mereka ketahui" dalam ayat di atas memiliki cakupan yang lebih luas. Kini, cakupan makna lain dari ayat tersebut telah terungkap. Ilmuwan Inggris, Paul Dirac, yang menyatakan bahwa materi diciptakan secara berpasangan, dianugerahi Hadiah Nobel di bidang Fisika pada tahun 1933.
Penemuan ini, yang disebut "parité", menyatakan bahwa materi berpasangan dengan lawan jenisnya: anti-materi. Anti-materi memiliki sifat-sifat yang berlawanan dengan materi. Misalnya, berbeda dengan materi, elektron anti-materi bermuatan positif, dan protonnya bermuatan negatif.
Fakta ini dinyatakan dalam sebuah sumber ilmiah sebagai berikut: "...setiap partikel memiliki anti-partikel dengan muatan yang berlawanan ... dan hubungan ketidakpastian mengatakan kepada kita bahwa penciptaan berpasangan dan pemusnahan berpasangan terjadi di dalam vakum di setiap saat, di setiap tempat."
Alam semesta ini mengembang (memuai, meluas)
Di dalam Al Quran yang diturunkan 14 abad silam di saat ilmu astronomi masih terbelakang, mengembangnya alam semesta digambarkan sebagaimana di ayat berikut ini:
Al Quran Surat Adz Dzaariyat ayat 47 (51:47):
"Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya "
Kata "langit", sebagaimana dinyatakan dalam ayat ini, digunakan di banyak tempat dalam Al Quran dengan makna luar angkasa dan alam semesta. Di sini sekali lagi, kata tersebut digunakan dengan arti ini. Dengan kata lain, dalam Al Quran dikatakan bahwa alam semesta "mengalami perluasan atau mengembang". Dan inilah yang kesimpulan yang dicapai ilmu pengetahuan masa kini.
Hingga awal abad XX Masehi, satu-satunya pandangan yang umumnya diyakini di dunia ilmu pengetahuan adalah bahwa alam semesta bersifat tetap dan telah ada sejak dahulu kala tanpa permulaan. Namun, penelitian, pengamatan, dan perhitungan yang dilakukan dengan teknologi modern, mengungkapkan bahwa alam semesta sesungguhnya memiliki permulaan, dan ia terus-menerus "mengembang".
Pada awal abad XX Masehi, ilmuwan Albert Einstein mengatakan bahwa alam semesta ini tidak berawal dan tidak berakhir dan sudah ada sejak dulu, dan ini dikemukakannya pada tahun 1917.
Ketika mengamati langit dengan teleskop, di tahun 1927, Erwin Hubble - seorang astronom Amerika - menemukan bahwa bintang-bintang dan galaksi terus bergerak saling menjauhi. Sebuah alam semesta, di mana segala sesuatunya terus bergerak menjauhi satu sama lain, berarti bahwa alam semesta tersebut terus-menerus "mengembang". Pengamatan yang dilakukan di tahun-tahun berikutnya memperkokoh fakta bahwa alam semesta terus mengembang.
Lalu Fisikawan Rusia, Alexander Friedmann, dan ahli Kosmologi Belgia, George Lemaitre, secara teoritis menghitung dan menemukan bahwa alam semesta senantiasa bergerak dan mengembang. Fakta ini dibuktikan juga dengan menggunakan data pengamatan pada tahun 1929. Dan Einstein pun merevisi pendapatnya.
Ilmuwan Penzias dan Wilson kemudian membuat Teori Big Bang bahwa sesungguhnya langit dan bumi dulu menyatu, bahkan hanya sebesar kira-kira bola tenis, dan kemudian terjadi ledakan besar dan menjadi terpisah, menyebar ke seluruh alam semesa, termasuk menjadi aneka planet, matahari, komet, Galaksi, Nebula, dan lain-lain. Dan terciptalah kemudian air, yang menjadi dasar kehidupan. Dan ini memakan waktu milyaran tahun, termasuk penciptaan Bumi dan tata surya Bima Sakti (Milky Way) tempat kita sendiri ini.
Kenyataan ini diterangkan dalam Al Quran pada saat tak seorang pun mengetahuinya. Apalagi Rosululloh Muhammad bin ‘Abdullah sholollohu‘alaihi wasallam, adalah sesorang yang buta huruf (ummy) dan tak mungkin telah mempelajari ilmu Astronomi. Ini dikarenakan Al Quran adalah firman Alloh, Sang Pencipta, dan Pengatur keseluruhan alam semesta.
Sebagai catatan, dalam ayat ini ada kata dasar ”muhsiana”, yang bermakna ”pengembangan” atau ”berkembang”. Secara tradisional, para mufassir memilih kalimat ”Kami benar-benar berkuasa” daripada alternatif ”Kami benar-benar mengembangkannya”, yang menggambarkan ruang angkasa yang memuai. Kesalahan atau ketidakuratan penafsiran ini, adalah sama seperti penafsiran kata ”Al ’Alaq” dalam berbagai ayat Al Quran , yang secara tradisional diartikan sebagai ”segumpal darah” daripada ”sesuatu yang melekat”. Pembahasan lebih dalam mengenai ketidakakuratan ini, ada di bagian lain dari tulisan ini.
Matahari adalah (sumber) Cahaya (diya’) dan Bulan adalah sebagai Pelita (nuur)
Al Quran Surat Nuh ayat 15-16 (71:15-16):
(15) "Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Alloh telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat?"
(16)" Dan Alloh menciptakan padanya Bulan sebagai cahaya dan menjadikan Matahari sebagai pelita?"
Dengan ilmu pengetahuan, kini kita mengetahui bahwa Matahari adalah sumber energi yang memancarkan cahaya dan Bulan hanyalah memantulkan cahaya yang diterimanya dari Matahari itu. Dulu, manusia dengan tingkat pengetahuan sederhana pada jaman Rosululloh sholollohu‘alaihi wasallam, dapat dengan mudah menerima kalimat-kalimat sederhana dan masuk akal ini (perbandingan sederhana antara Matahari sebagai pelita dan Bulan sebagai cahaya itu).
Namun kalimat-kalimat sederhana inipun ternyata dapat berarti dalam, serta dapat diterima oleh bahkan para ahli ilmu-pengetahuan bahkan di luar komunitas Rosululloh sholollohu‘alaihi wasallam, dan yang hidup berabad-abad kemudian, yang sangat senang mengunakan ilmu-pengetahuan sains modern atau pos-modern untuk memahami segala sesuatu. Ini memuaskan semua kalangan pencari kebenaran. Dan ini adalah salah satu hikmah dari Al Quran.
Benda Langit Bergerak dalam Jalurnya (garis edarnya) Masing-masing
Tatkala merujuk kepada matahari dan bulan di dalam Al Quran, ditegaskan bahwa masing-masing bergerak dalam orbit atau garis edar tertentu, bahkan keseluruhan alam semesta yang dipenuhi oleh lintasan dan garis edar seperti ini, dinyatakan dalam Al Quran sebagai berikut:
Al Quran Surat Al Anbiyaa ayat 33 (21:33):
"Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya."
Juga Al Quran Surat Yaa Siin ayat 38 (36:38),
38. "dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui."
Surat Ar Rahmaan ayat 5 (55:5),
5." Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan."
Surat Adz Dzaariyaat ayat 7 (51 :7).
7. "Demi langit yang mempunyai jalan-jalan "[1416],
[1416] Yang dimaksud adalah orbit bintang-bintang dan planet-planet.
Kata ”Yasbahuun” dalam ayat Al Quran Surat Al Anbiyaa ayat 33 ini, berasal dari kata ”sabaha” yang makna kata secara tradisionalnya adalah ”gerakan dari sesuatu yang bergerak”, yang dalam hal ini, dalam kaitannya dalam kaidah ilmu ruang angkasa ini, adalah tentang penggambaran pergerakan atau rotasi dirinya (planet Bulan dan Matahari itu) dalam aksisnya sendiri.
Sebagai informasi-informasi tambahan dari disiplin ilmu Astronomi dan Sejarah serta Kekristenan, saat ini manusia sudah jamak mengetahui bahwa Matahari membutuhkan 25 hari untuk menuntaskan rotasinya dan Bumi mengelilingi Matahari. Namun baru pada tahun 1512 Masehi, Nicolaus Copernicus mengemukakan Teori Heliosentrisnya tentang letak Matahari yang dikelilingi planet yang bergerak dalam jalurnya masing-masing.
Ini juga didukung penelitian Galileo Galillei, dan saat itu pengumuman temuan ini ditentang habis-habisan oleh Gereja, juga menjadikan Copernicus dikucilkan, bahkan sebagian kalangan menyebutkan bahwa ia dikafirkan mereka.
Barulah pada abad-abad modern ini, sekitar 500 tahun kemudian, Vatikan kemudian bersedia mengakui kebenaran teori Copernicus dan kesalahan klaim Gereja berdasarkan Injil itu, yang memaknakan bahwa Mataharilah yang bergerak mengelilingi Bumi (antara lain di Joshua 10:12-13), bukan sebaliknya, yang jelas sangat bertentangan dengan ilmu-pengetahuan.
Fakta-fakta yang disampaikan dalam Al Quran ini telah ditemukan melalui pengamatan astronomis di zaman kita. Menurut perhitungan para ahli astronomi, matahari bergerak dengan kecepatan luar biasa yang mencapai 720 ribu km per jam ke arah bintang Vega dalam sebuah garis edar yang disebut Solar Apex. Ini berarti matahari bergerak sejauh kurang lebih 17.280.000 kilometer dalam sehari. Bersama matahari, semua planet dan satelit dalam sistem gravitasi matahari juga berjalan menempuh jarak ini. Selanjutnya, semua bintang di alam semesta berada dalam suatu gerakan serupa yang terencana.
Menurut para Ahli Astronomi-Fisika, terdapat sekitar 200 milyar galaksi di alam semesta yang masing-masing terdiri dari hampir 200 bintang. Sebagian besar bintang-bintang ini mempunyai planet, dan sebagian besar planet-planet ini mempunyai bulan. Semua benda langit tersebut bergerak dalam garis peredaran yang diperhitungkan dengan sangat teliti. Selama jutaan tahun, masing-masing seolah "berenang" sepanjang garis edarnya dalam keserasian dan keteraturan yang sempurna bersama dengan yang lain. Selain itu, sejumlah komet juga bergerak bersama sepanjang garis edar yang ditetapkan baginya.
Dan garis edar ini tidak hanya dimiliki oleh benda-benda angkasa, galaksi-galaksi pun berjalan pada kecepatan luar biasa dalam suatu garis peredaran yang terhitung dan terencana. Selama pergerakan ini, tak satupun dari benda-benda angkasa ini memotong lintasan yang lain, atau bertabrakan dengan lainnya. Bahkan, telah teramati bahwa sejumlah galaksi berpapasan satu sama lain tanpa satu pun dari bagian-bagiannya saling bersentuhan.
Sebagai pendukung materi pembahasannya, berikut adalah sebuah kutipan dari Injil versi internasional (King James Version) dan komentar tentang kesalahannnya yang dikutip dari sebuah situs tentangnya, yang bernama ”The Dark Bible” (dengan alamat http: atau atau www.nobeliefs.com atau darkbible atau darkbible atau ), sebuah situs yang mengupas tentang berbagai kesalahan dan ketidakmasukakalan Injil. Pembuat situs ini adalah Jim Walker, orang Barat yang Atheis (tidak mempercayai adanya Tuhan) yang dulunya beragama Kristen.
Heliocentric Vs Geocentric? The Sun Stands Still: "Then spake Joshua to the LORD in the day when the LORD delivered up the Amorites before the children of Israel, and he said in the sight of Israel, Sun, stand thou still upon Gibeon; and thou, Moon, in the valley of Ajalon. And the sun stood still, and the moon stayed, until the people had avenged themselves upon their enemies. Is not this written in the book of Jasher? So the sun stood still in the midst of heaven, and hasted not to go down about a whole day." (Joshua 10:12-13) Comment: These verses imply that the sun moves around the earth. If the Bible actually represents the words or inspired words of God, then why didn't the Great Creator inspire them to tell the truth about the universe and our solar system? Also, the Bible asks us to believe that a supposedly loving God made the sun stand still for the sole purpose of helping the Israelites slaughter the Amorites. How can one not see that these verses would insult the intelligence of any person who believes God possess wisdom, knowledge and love?
Maka, beberapa hal dalam Injil ini, sangat bertentangan dengan ilmu-pengetahuan, dan dengan Akal.
Dapat dipastikan bahwa pada saat Al Quran diturunkan, manusia tidak memiliki teleskop masa kini ataupun teknologi canggih untuk mengamati ruang angkasa berjarak jutaan kilometer, tidak pula pengetahuan fisika ataupun astronomi modern. Karenanya, saat itu tidaklah mungkin untuk mengatakan secara ilmiah bahwa ruang angkasa "dipenuhi lintasan dan garis edar" sebagaimana dinyatakan dalam ayat tersebut.
Apalagi Rosululloh Muhammad bin ‘Abdullah sholollohu‘alaihi wasallam, adalah sesorang yang buta huruf (ummy) dan tak mungkin telah mempelajari ilmu Astronomi.
Akan tetapi, hal ini dinyatakan secara terbuka kepada kita dalam Al Quran yang diturunkan pada saat itu, dab benar, karena Al Quran adalah firman Tuhan, Alloh.
Adanya lautan yang tidak bercampur satu sama lain
Salah satu di antara sekian sifat lautan yang baru-baru ini ditemukan adalah berkaitan dengan ayat Al Quran sebagai berikut:
Al Quran Surat Ar Rahman ayat 19-20 dan 22 (55:19-20, 22):
"Beliau membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tak dapat dilampaui oleh masing-masing ... Dari keduanya keluar mutiara dan marjan. "
Sifat lautan yang saling bertemu, akan tetapi tidak bercampur satu sama lain ini telah ditemukan oleh para ahli kelautan baru-baru ini. Dikarenakan gaya fisika yang dinamakan "tegangan permukaan", air dari laut-laut yang saling bersebelahan tidak menyatu. Akibat adanya perbedaan masa jenis, tegangan permukaan mencegah lautan dari bercampur satu sama lain, seolah terdapat dinding tipis yang memisahkan mereka. (Davis, Richard A., Jr. 1972, Principles of Oceanography, Don Mills, Ontario, Addison-Wesley Publishing, s. 92-93). Dari keduanya, dapat digali berbagai kekayaan alam khususnya mutiara dan marjan.
Sisi menarik dari hal ini adalah bahwa pada masa ketika manusia tidak memiliki pengetahuan apapun mengenai fisika, tegangan permukaan, ataupun ilmu kelautan, hal ini dinyatakan dalam Al Quran. Suatu fenomena lain yang sering kita dapatkan adalah bahwa air lautan yang asin, dengan air sungai-sungai besar yang tawar tidak bercampur seketika.
Orang dapat mengira bahwa Al Quran membicarakan sungai Euphrat dan Tigris yang setelah bertemu dalam muara, kedua sungai itu membentuk semacam lautan yang panjangnya lebih dari 150 km, dan dinamakan Syath al Arab.
Di dalam teluk, pengaruh pasang-urutnya air menimbulkan suatu fenomena yang bermanfaat, yaitu masuknya air tawar ke dalam tanah sehingga menjamin irigasi yang memuaskan. Untuk memahami teks ayat ini, kita harus ingat bahwa lautan adalah terjemahan kata bahasa Arab "Bahr" yang berarti sekelompok air yang besar, sehingga kata itu dapat dipakai untuk menunjukkan lautan atau sungai yang besar seperti Sungai Nil, Tigris dan Euphrat.
Dan ayat yang memuat fenomena tersebut adalah sebagai berikut:
Al Quran Surat Al Furqan ayat 53 (25:53):
"Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit, Beliau jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi."
Juga Al Quran Surat Faathir ayat 12 (35:12).
12." Dan tiada sama (antara) dua laut; yang ini tawar, segar, sedap diminum dan yang lain asin lagi pahit. Dan dari masing-masing laut itu kamu dapat memakan daging yang segar dan kamu dapat mengeluarkan perhiasan yang dapat kamu memakainya, dan pada masing-masingnya kamu lihat kapal-kapal berlayar membelah laut supaya kamu dapat mencari karunia-Nya dan supaya kamu bersyukur."
Selain menunjukkan fakta yang pokok, ayat-ayat tersebut menyebutkan kekayaan-kekayaan yang dikeluarkan dari air tawar dan air asin yaitu ikan-ikan dan hiasan badan: batu-batu perhiasan dan mutiara.
Mengenai fenomena tidak campurnya air sungai dengan air laut di muara-muara hal tersebut tidak khusus untuk Tigris dan Euphrat yang memang tidak disebutkan namanya dalam ayat walaupun ahli-ahli tafsir mengira bahwa dua sungai besar itulah yang dimaksudkan.
Sungai-sungai besar yang menuang ke laut seperti Missisippi dan Yang Tse menunjukkan keistimewaan yang sama; campurnya kedua macam air itu tidak terlaksana seketika tetapi memerlukan waktu.
Rahasia proses reproduksi manusia
Al Quran Surat Al Hajj ayat 5 (22:5):
"Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), Maka (ketahuilah) Sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari ’segumpal darah’ atau ’sesuatu yang melekat’, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur- angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah."
Lalu, setidaknya, kata ”Al ’Alaq” seperti di ayat ini disebutkan dalam 4 ayat lain yang membicarakan transformasi urut-urutan reproduksi manusia sejak tahap setetes sperma:
Juga Al Quran:
Surat Al Mu’minuun ayat 14 (23:14),
14. "Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik."
Surat Al Mu’miin ayat 67 (40:67),
67." Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (Kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami(nya)."
Surat Al Qiyaamah ayat 37-38 (75:37-38),
37." Bukankah dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim),"
38." kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakannya, dan menyempurnakannya,"
Surat Al ‘Alaq ayat 1 (96:1).
1." Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan,"
Maka, khusus perihal kata ”Al ’Alaq” ini, secara tradisional, penerjemahan Al Quran kuno atau tradisional, seringkali kata ini ditafsirkan atau diartikan saja sebagai ”segumpal darah” atau ”darah beku (tidak mengalir)” oleh berbagai penerjemah dan mufassir atau penafsir. Dan ini jamak dijumpai di berbagai terjemahan bahkan tafsir Al Quran di seluruh dunia.
Jika kata itu mutlak diartikan "segumpal darah”, hal ini dapat tidak masuk akal, karena tidak pula sesuai dengan ilmu pengetahuan tentang proses reproduksi manusia, karena sesunguhnya ilmu pengetahuan reproduksi manusia mengkonfirmasikan bahwa tidak pernahlah manusia tercipta melalui tahapan ’gumpalan darah’, dalam rangkaian tahap reproduksinya.
Dengan demikian, derajat keotentikan Al Quran dalam hal ini pun (jika tetap memakai terjemahan kata ”segumpal darah”) dapat saja menjadi dianggap gugur (setidaknya bagi sebagian kalangan), dan segolongan manusia serta makhluk lain yang membaca Al Quran dapat menjadi kafir bahkan murtad karenanya, karena dapat menganggap paparan penciptaan manusia yang demikian tidak sesuai dengan ilmu-pengetahuan. Ini dapat menjadi berbahaya, dan tentu saja dapat menjadi tidak sepatutnya, karena Al Quran adalah dari Tuhan Pencipta Semesta Alam.
Namun, Tuhan Semesta Alamlah yang memang menjaga keotentikannya, dan Al Quran tentu saja tetap benar sebagai petunjuk sepanjang jaman. Penjelasannya, jika kita menilik kepada ilmu reproduksi ini sendiri, ternyata menetapnya telur dalam rahim terjadi karena tumbuhnya jonjot (villosities) atau perpanjangan telur yang akan mengisap dari dinding rahim, zat yang diperlukan untuk membesarnya telur, seperti layaknya akar tumbuhan yang masuk ke tanah, melekat kepada dinding rahim. Pertumbuhan semacam ini mengokohkan telur dalam rahim.
Inilah yang layak disebut, diterjemahkan korelatif sebagai ”sesuatu yang melekat (atau Al ’Alaq)”, secara spekulatif ilmiah.
Makna yang lebih tepat dari kata ”Al Alaq” karenanya adalah, ”sesuatu yang melekat”, bukan ”segumpal darah (beku)”, yang, saat manusia belum dapat mengetahui jalannya proses reproduksi (manusia) ini, pemakaian kata ”sesuatu yang melekat” daripada kata ”segumpal darah (beku)”, terlihat lebih tidak masuk akal bagi para mufassir tradisional; padahal sesungguhnya justru sebaliknya.
Dan sekali lagi, pengetahuan manusia tentang ini baru didapatkan manusia pada jaman yang kemudian disebut sebagai jaman Modern, berabad-abad sesudah Al Quran diturunkan, tak lama sebelum jaman kita ini.
Tidaklah mengherankan kiranya, betapa berabad-abad lalu, banyak para penerjemah dan mufassir (penafsir) tradisional yang sewajarnya tidak (banyak) mengetahui kaidah ilmu kedokteran, secara mudahnya menerjemahkan kata ”Al ’Alaq” ini sebagai ”segumpal darah” saja, dalam ayat-ayat itu.
Penerjemahan seperti itu, terlihat cukup masuk akal di saat itu, mereka sungguh telah berusaha sebaik-baiknya dengan segala pengetahuan yang mereka miliki, tentulah kesalahan manusiawi ini dapat dimaafkan, tinggal bagaimana baiknya ke depan.
Dan Bagaimanapun Juga Tafsirnya, Al Quran Tetaplah Tuntunan Kehidupan Terbaik dari Sang Pencipta Alam.
Dan di antara faktor rumitnya memahami maksud sesungguhnya dari Al Quran, adalah bahwa setidaknya saja para penerjemah atau mufassir (penafsir), memiliki pengetahuan di bawah ini dalam menafsirkannya:
1. Ilmu Lugath (filologi), yaitu ilmu untuk mengetahui arti setiap kata
2. Ilmu Nahwu (tata bahasa), yaitu ilmu tata bahasa, misalnya ilmu untuk mengetahui alternatif i’rab (bacaan akhir kata) dari setiap kata atau kalimat,,karena i’rab yang berbeda akan mempengaruhi artinya.
3. Ilmu Sharf (perubahan bentuk kata). Sangat pentinglah mengetahui ini, karena perubahan sedikit bentuk kata, dalam Tata Bahasa Arab, akan mengubah arti kata tersebut, tentu saja.
4. Ketiga ilmu di bawah ini digolongkan cabang ilmu Balaghah yang sangat penting diketahui para ahli tafsir:
i. Ilmu Ma’ani (hakikat makna dari suatu kata). Dengan mengetahui hakikat maknanya, maksud dari suatu ayat dapat diketahui.
ii. Ilmu Bayaan. Ilmu yang mempelajari kelugasan dalam untaian kata atau kalimat.
iii. Ilmu Badi’. Ilmu yang mempelajari keindahan bahasa.
5. Ilmu Qira’at. Sebagaimana umum diketahui kaum terpelajar muslim, Al Quran diturunkan oleh Alloh dalam tujuh huruf (Sab’ati Ahruf), tujuh cara membaca. Maka para ’Ulama pun telah menguraikan, bahwa hal ini adalah keanekaragaman cara membaca Al Quran, dengan tetap mengikuti Tata Bahasa Arab, yang semuanya bersumber dari Nabi Muhammad sholollohu‘alaihi wasallam, dan sungguh dibenarkan. Bahkan setiap cara membaca ini, satu dan lainnya sungguh saling melengkapi, sebagai satu rangkaian. Dan ini merupakan mukjizat tersendiri dari Al Quran.
6. Ilmu Aqa’id. Ilmu yang mempelajari dasar-dasar keimanan.
7. Ilmu Ushul Fiqih. Dengan ilmu ini insya Alloh dapat diambil dalil serta penggalian hukum agama dari suatu ayat.
8. Ilmu Asbabun-Nuzul. Ilmu untuk menguraikan tentang sebab turunnya suatu ayat. Tentu saja engetahuan tentang situasi dan kondis yang bersamaan dengan atau menyebabkan asbabun-nuzul (sebab turunnya) suatu ayat akan sangat membantu dalam memahami kandungan dan maksud sebenarnya dari ayat tersebut.
9. Ilmu Nasikh-Mansukh. Dengan ilmu ini dapat dipelajari suatu hukum yang sudah dihapus dan hukum yang masih berlaku.
10. Ilmu Fiqih. Dengan mengetahui hukum-hukum yang rinci tentu insya Alloh akan mudah diketahui hukum globalnya.
11. Ilmu Hadits. Ilmu untuk mengetahui Hadits-hadits yang menafsirkan ayat-ayat Al Quran.
Termasuk tentu saja, syarat fakta dan urutan Sejarah yang sangat ketat akan semua ini.
Syarat verifikasi seketat berbagai hal yang disebutkan di atas ini, tidak dijumpai dalam penerjemahan di kalangan non-muslim.
*Sedikit mengenai buku ”Bible, Quran, dan Sains Modern” (ditulis oleh DR Maurice Bucaille dan adalah sebuah best-seller, serta sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia), di dalam buku ini juga dimuat kritik terhadap cara dan hasil penerjemahan Al Quran sendiri yang dapat menjadikannya bermakna sempit dan kehilangan banyak keagungan, kebenaran dan keindahannya (dan juga sebagai akibat dari penyebaran kaidah-kaidah Islam yang tidak dilakukan dengan baik).
Hal ini menurutnya dapat terjadi karena kurangnya pemahaman etimologi bahasa dan ilmu pengetahuan ilmu serta teknologi dari para penerjemahnya; dan kemudian menyebabkan ‘reaksi berantai’ penyampaian isinya yang juga ‘terdistorsi’, menjadi terganggu.
Contoh lebih jelasnya adalah, seseorang insya Alloh subhanahu wa ta’aala akan dapat dengan tepat mengungkapkan kandungan kebenaran ilmu kedokteran dan manusia di dalam Al Quran bila ia mengetahui dengan baik makna dan aturan etimologi bahasa Arab tersebut, sekaligus kaidah-kaidah ilmu kedokteran.
Hal yang sama juga berlaku terhadap pengajian (interpretasi) ayat-ayat Al Quran yang berkenaan dengan berbagai macam ilmu-pengetahuan atau sains lain, seperti astronomi, fisika, biologi, kimia, ekonomi, hukum, dan sebagainya.
Maka, dasar-dasar pengetahuan itu tentu sebaiknya juga harus dimiliki bila hendak mengetahui dan menerangkan kaidah ilmu-ilmu yang terkandung dalam Al Furqan.
Hal-hal ini semua tak mungkin kiranya dimiliki banyak penerjemah Al Quran secara perseorangan, yang setiap orang dituntut harus menguasai sedemikian banyak ilmu pengetahuan yang terkandung dalam Al Quran agar dapat benar-benar menerjemahkannya sesuai maksud aslinya, selain pengetahuan bahasa Arab sendiri yang sudah cukup rumit tata bahasanya.
Akhirnya, antara lain dengan menyadari hal-hal ini berdasarkan hidayah (pencerahan atau wahyu dari) Alloh subhanahu wa ta’aala, DR. Maurice Bucaille pengarang buku tersebut, kemudian menjadi muslim atau mualaf dengan suka rela, dan lalu aktif menjadi da’i (pendakwah) internasional. Bahkan pada beberapa tahun silam, seri rekaman acara dakwah yang menghadirkan dirinya hampir tiap malam ditayangkan di Indonesia melalui stasiun TV Indonesia, TPI, di larut-larut malam.
Maka di sini pulalah perlunya untuk berjama’ah, berorganisasi, dan dengan sendirinya melakukan manajemen yang baik dalam melakukan kebaikan (dan dalam hal ini adalah dalam melakukan penerjemahan dan penafsiran ini agar dapat benar-benar mengetahui dan mendapatkan nikmat Alloh subhanahu wa ta’aala di tahap-tahap berikutnya).
Berjama’ah dalam kebaikan itu, tentu saja adalah baik. Sahabat, ipar, dan menantu Rasululullah sholollohu‘alaihi wasallam, sang Kholifah Keempat, Kholifah Ali bin Abi Tholib rodhiyallahu ‘anhu, berkata dalam Atsar (jejak kebijaksanaan) beliau, ”Kejahatan yang diorganisasikan dengan baik, akan dapat mengalahkan kebaikan yang tidak diorganisasikan dengan baik”.
Pantas pulalah kiranya bila para penerjemah-penafsir yang mengerti ilmu Kedokteran harus menafsirkan ayat-ayat yang berhubungan dengan ilmu Kedokteran dengan mengkorelasikannya dengan segala kaidah ilmu kedokteran sesuai keahliannya, para penerjemah-penafsir yang mengerti ilmu Fisika harus menafsirkan ayat-ayat yang berhubungan dengan ilmu kedokteran dengan mengkorelasikannya dengan segala kaidah ilmu Fisika sesuai keahliannya; demikianlah seterusnya berkenaan dengan berbagai ilmu-pengetahuan sains dan teknologi lain yang ada di dalam kandungan Al Quran, sehingga dapatlah didapatkan suatu gambaran yang menyeluruh, tentang apapun yang dimaksudkan oleh Kitab Suci ini.
Dan bahkan di masa lalu, tak jarang para ahli ilmu-pengetahuan justru mendapatkan inspirasi untuk suatu titik kemajuan ilmu-pengetahuan baru, bahkan titik berhenti etisnya, setelah menelaah Al Quran dan berbagai hal berkaitan.
Penafsiran itu sendiri, seiring dengan perkembangan jaman dan kemajuan ilmu-pengetahuan manusia, tentu saja juga harus diperbarui setiap kali atau secara berkala, dicocokkan, dikorelasikan dengan segala perkembangan ilmu-pengetahuan; setidaknya karena ayat-ayat Alloh tidaklah hanya yang Qauliyah (tertulis, tersurat) namun juga yangKauniyah (tidak tertulis, tersirat, terhampar luas di alam semesta dalam berbagai ilmu pengetahuan).
Keduanya, tentu saja, seharusnya, sewajarnya, adalah saling menguatkan, karena berasal dari Tuhan yang sama, Tuhan Semesta Alam, dalam sistem Manajemen Fitrahi Beliau. Jika tidak, maka keduanya, tentu saja, seharusnya, sewajarnya, salah satu darinya adalah palsu.
Kemudian Bahasa Arab yang mempunyai kekayaan makna yang banyak untuk satu kata, sehubungan dengan ini semua, selain dapat menjadi sebab kesalahan pengartian, justru juga dapat menjadi kunci kekayaan pesan ilmu pengetahuan dan berbagai kemungkinan penafsirannya, yang satu sama lain dapat mempunyai keistimewaan sendiri, fleksibel bahkan seiring dengan perkembangan kemampuan berpikir atau ilmu-pengetahuan manusia dan jin, serta saling mendukung; dalam sistem besar Alloh subhanahu wa ta’aala dalam Manajemen Fitrahinya ini.
Sementara sebagaimana telah pula diperintahkan dalam Al Quran tentang pernyataan Alloh subhanahu wa ta’aala bahwa manusia tak mungkin dapat menembus dan menggunakan rahasia langit dan bumi kecuali dengan ilmu pengetahuan (sulthan, dalam Al Quran Surat Ar Rahmaan ayat 33 atau Al Quran Surat 55:33), penyelarasan hubungan antara agama dan ilmu-pengetahuan kemudian membentuk suatu hubungan yang istimewa dan saling menguatkan serta bersintesa sehingga penafsiran kata-kata Al Quran pun menjadi sedemikian lebih kaya arti. Wallahu ’alam bis shawaab.
Contohnya, ”langit yang tujuh (7)” bahkan ”bumi yang tujuh (7)” dalam berbagai ayat Al Quran yang diulang berkali-kali (setidaknya tentang tujuh langit ini, diulangi sebanyak tujuh kali pula di tujuh ayat Al Quran ), juga dapatlah dibaca-dipahami sebagai ”langit yang banyak” dan ”bumi yang banyak” dengan juga mengingat bahwa kata ”tujuh” dalam khazanah Bahasa Arab, adalah juga berarti ”banyak” (kaum Arab tradisional di masa Al Quran diturunkan menganggap jumlah tujuh dan di atas tujuh, sebagai jumlah yang banyak, tak terhitung lagi). Apakah tidak mungkin jika saat ini dengan segala pengetahuan astronomi terkini, kalimat-kalimat itu juga dipahami sebagai sebagai ”galaksi-nebula yang banyak” dan ”planet yang banyak”?
Menurut kami, ini pulalah kiranya salah satu hikmah maksud penyampaian Islam dan Al Quran dalam bahasa Arab, selain memang disampaikan melalui umat Bani Arab (yang tentu saja pada dasarnya berbahasa Arab) yang juga merupakan keturunan Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam selain Bani Israil yang melalui mereka telah diutuskan banyak Nabi dan Rosul, dengan alasan-alasan yang hanya Alloh subhanahu wa ta’aala yang lebih mengetahuinya.
Dan sungguh berbahagialah kiranya Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam dan istri-istrinya yang telah menurunkan dua rumpun ras besar, bani Israil dan bani Arabia melalui dua anaknya, Nabi Ismail ‘alaihis salaam dan Nabi Ishak ‘alaihis salaam; dengan sekian banyak Nabi yang diturunkan dalam garis keturunan mereka. Semoga keterhubungan ini dapatlah dijadikan dasar perdamaian dunia, terutama bila kita semua bersedia lebih dalam mempelajarinya, termasuk tentunya juga mempelajari sejarah yang benar.
Manusia dengan tingkat pengetahuan sederhana pada jaman Rosululloh sholollohu‘alaihi wasallam, dapat dengan mudah menerima kalimat-kalimat sederhana (misalnyaperbandingan sederhana antara Matahari dan Bulan di Al Quran Surat Nuh 15-16 itu), dengan kalimat-kalimat sederhana ini.
Namun kalimat-kalimat sederhana inipun dapat berarti dalam, serta dapat diterima oleh bahkan para ahli ilmu-pengetahuan di luar komunitas Rosululloh sholollohu‘alaihi wasallam, dan yang hidup berabad-abad kemudian, termasuk mereka yang sangat senang mengunakan logika dan ilmu-pengetahuan sains modern atau posmodern untuk memahami segala sesuatu. Ini memuaskan semua kalangan pencari kebenaran. Dan ini adalah salah satu hikmah dari Al Quran .
Inilah yang sangat menarik dan perlu dicatat di sini, yaitu tentang adanya suatu keagungan perbandingan, dan tidak adanya dalam Al Quran perbedaan makna perbandingan berkaitan dengan adanya perubahan jaman yang mungkin menunjukkan keagungannya pada waktu Al Quran turun, namun yang pada saat ini menjadi hanyalah dapat dipandang sebagai sisa mitos atau khayalan tidak ilmiah belaka, sebagaimana dapat dan telah terjadi pada kitab(-kitab) yang telah salah-kaprah dianggap ‘kitab suci’ lain.
Pendeknya, makna dari teks-teks Al Quran ini, ternyata konsisten dalam berbagai jaman, merupakan pesan sepanjang jaman, bahkan bila ditelaah dari berbagai sisi dan disiplin ilmu serta peradaban, setidaknya saja.
Dan masih banyak ayat lain yang memuat isyarat ilmu pengetahuan di berbagai bidang. Maka, wajarlah pula kiranya jika seorang manusia berpengetahuan yang jujur dan sehat akalnya, berkesimpulan bahwa amat tak mungkinlah kiranya bahwa seorang pedagang (businessman) Arab bernama Muhammad bin ‘Abdullah bin Abdul Muthalib sholollohu‘alaihi wasallam yang ternyata tak dapat membaca dan menulis (ummiy atau buta huruf) serta hidup di tengah gurun pasir Arab terpencil di abad VI Masehi, dapat dengan tepat mengungkapkan bahkan menyebutkan dengan jelas berbagai kaidah ilmu pengetahuan yang tersirat maupun tersurat di berbagai surat Al Quran.
Kebenaran hal-hal itu sendiri bahkan baru dapat dibuktikan berabad-abad setelah ia wafat, oleh berbagai cabang ilmu pengetahuan modern.
Jelas, Rosululloh Muhammad bin ‘Abdullah sholollohu‘alaihi wasallam tak mungkin mengarang itu semua sendirian atau bahkan bila telah menuliskan itu semua dengan dibantu makhluk lain (misalnya para sahabatnya yang mengelilinginya bahkan juga bila ternyata dibantu oleh banyak orang lain dan makhluk lain pada masa itu).
Apalagi setidaknya kemudian di dalam kitab itu juga ditemukan adanya dukungan, pembenaran, dan perbaikan terhadap perkembangan ajaran-ajaran para Nabi dan Rosul terdahulu. Itupun, masih ditambah pula dengan adanya kenyataan bahwa “Al Furqan” (nama lain Al Quran yang berarti “pembeda”) ini juga disusun berdasarkan kaidah sastra Arab yang tinggi dan indah; satu hal yang lebih mengherankan lagi, mengingat Muhammad sholollohu‘alaihi wasallam sendiri sekali lagi, dikenal sebagai orang buta huruf (ummy).
Pantaslah pulalah kiranya kita berkesimpulan bahwa Muhammad sholollohu‘alaihi wasallam adalah benar-benar seorang utusan dari Tuhan Yang Benar, yaitu Alloh subhanahu wa ta’aala, Tuhan para Nabi yang membawa risalah agama yang sama, dan bahwa Rosululloh sholollohu‘alaihi wasallam benar-benar membawa pesan yang benar-benar berasal dari Alloh subhanahu wa ta’aala, Beliau, Tuhan Yang maha Tinggi, berupa rangkaian pesan yang dikumpulkan dalam Kitab Suci Al Quran.
Ini adalah baru beberapa hal saja yang baru dapat diungkap dari keajaiban Al Quran.
Maka, karenanya, tentulah sangat penting mentaati Alloh subhanahu wa ta’aala dan Rasulnya, melaksanakan perintahNya dan menjauhi laranganNya, termasuk karena yang diturunkan Alloh subhanahu wa ta’aala kepada manusia dan jin, seluruh makhluk, seluruh alam semesta, adalah rangkaian dari pesan yang satu sejak para nabi dan rasul sebelum Rosul Terakhir Rosululloh Muhammad sholollohu‘alaihi wasallam.
Wallohua'lam. Wastaghfirulloh. Walhamdulillah.
---------------------------------------------------------
Abu Taqi Machicky Mayestino II / Abdullah Machicky Mayestino
edited by: emy3
"nothing changes, just rearranges, for me..this time"
Related Articles
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Labels:
Al Qur'an,
Answer About Al Quran
0 comments:
Posting Komentar